10. Buatlah paragraf analisis ekspositoris yang disusun dengan
deduksi ilmiah. Panjang karangan 5 paragraf.
Jawaban :
Pengobatan
tambahan dengan Tiotropium menjadi harapan baru bagi penderita penyakit asma.
Sejumlah data menunjukkan, satu dari dua penderita asma masih mengalami
serangan asma menakutkan meskipun sebelumnya sudah diobati. Keberadaan obat
sangatlah penting bagi penderita asma terlebih penyakit asma dapat berdampak
sosial bagi penderitanya. Pengidap asma berat ada yang didera rasa malu, masa
depan tidak jelas, selalu merasa cemas, dan rasa bersalah yang tinggi. Hingga
saat ini tidak banyak pula pilihan obat atau terapi baru bagi pasien penderita
penyakit asma parah. Sebagian besar pasien dan dokter juga beranggapan bahwa
saat ini tidak ada obat yang mutakhir untuk menyembuhkan asma. Banyak pasien
putus dalam proses pengobatan dan tetap hidup dengan gejala penyakit asmanya
tanpa menjalani pengobatan apapun.
Riset
kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan bahwa prevalensi asma sebesar 4,5%
sedangkan prevalensi PPOK sebesar 3,7%. Prevalensi asma di perkotaan dan
pedesaan tak jauh berbeda, sedangkan prevalensi PPOK di pedesaan lebih besar
daripada perkotaan. Asma merupakan penyakit obstruktif yang disebabkan
penyempitan pada saluran napas besar yang ditandai dengan pembengkakan mukosa,
kontraksi bronkus, dan muncul lendir. Adapun PPOK terjadi tidak hanya pada saluran
napas besar, tetapi sampai pada saluran napas kecil dan bersifat permanen. Pada
PPOK selain mukosa yang membengkak, tetapi jaringan ikat yang dibawahnya juga
menebal. Akibat penebalan tersebut, elastisitas otot paru terganggu sehingga
paru akan tampak besar. Proses kembang kempisnya terganggu sehingga udara
seharusnya masuk kedalam tubuh dengan maksimal menjadi terganggu. Penelitian
terbaru mengenai penyakit asma ialah saluran napas kecil juga dapat mengalami
penyempitan. Dengan demikian ada penyakit asma yang bersisian dengan PPOK,
begitu juga PPOK yang terlihat asma.
Terkait
dengan hal tersebut, banyak riset dilakukan guna mengurangi dan menyembuhkan
para penderita asma yang sudah mengalami keputusasaan. Hal ini terbukti dengan
adanya temuan terbaru yang dapat menjawab tantangan tersebut. Riset terkini
menyebutkan, Tiotropium Bromide yang biasa digunakan untuk terapi pasien dengan
diagnosa penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) ternyata bisa juga diberikan
kepada pasien penderita asma berat yang dikombinasikan dengan pengobatan
Kortikosteroid inhalasi (800 g budesonide/hari atau setara) serta Beta-2 agonis
sebagai terapi tambahan, tetapi masih mengalami serangan asma setidaknya dua
kali dalam setahun. Dan hasil Tiotropium ini dinilai menggembirakan bagi semua
kalangan (dokter dan pasien pengidap penyakit asma). Sehingga saat ini dokter
memliki pilihan baru membantu pasien mengindari serangan asma yang membuat
mereka tidak nyaman, menakutkan, dan mengancam jiwa.
Penggunaan
Tiotropium bromide bagi pasien penderita asma didasarkan atas uji klinis fase3
program UnTinA-asthma pada penderita asma yang masih mengalami serangan asma
meski telah diobati. Uji klinis yang melibatkan 6000 pasien itu untuk
mengevaluasi keamanan dan efikasi pemberian tiotropium sebagai terapi tambahan.
Hasil uji klinis itu menunjukkan bahwa penggunaan Tiotropium sebagai terapi
tambahan bagi pasien pengidap asma, mampu meningkatkan kontrol asma hingga 68%.
Selain itu penggunaa tiotropium dengan alat inhlasi khusus juga mampu mengurangi
resiko frekuensi serangan asma berat hingga mencapai 21%, mengurangi resiko
keparahan kondisi asma pasien hingga mencapai 31% dan mampu mengurangi gejala
asma. Obat yang biasa diberikan pada seorang penderita asma ialah steroid plus
bronkodilator yang bekerja lama. Obat ini menaikkan ambang batas rangsang
sehingga asma pada seseorang tak mudah terpicu. Sementara obat yang diberikan
pada penderita PPOK biasanya adalah antimuskarinik kerja lama yang bekerja pada
otot polos pada saluran napas kecil.
Cara
kerja tiotropium bagi pasien penderita asma diberikan dengan meggunakan alat
inhalasi. Obat itu mampu membuka saluran napas selama sikitnya 24 jam. Selain
pengobatan menggunakan tiotropium, belum ada antikolirgenik bronkolidator yang
mampu yang memberikan dampak cukup lama dalam mengobati penyakit asma. Alat
inhalasi khusus penghantar tiotropium berbeda dengan peralatan yang digunakan
bagi pasien penderita asma. Alat itu menyemprotkan partikel halus tiotropium lebih
lama dan lebih panjang. Penggunaan tiap pagi mampu melegakan saluran pernapasan
hingga 24 jam sehingga mampu memperkecil seriko serangan asma. Penggunaan
tiotropium juga tidak memberikan efek samping bagi pemakainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar